Kearifan Lokal adalah Hal Budaya sekaligus Ilmu Pengetahuan

redaksi - Minggu, 21 April 2024 20:26
Kearifan Lokal adalah Hal Budaya sekaligus Ilmu Pengetahuan Suku Aborigin Warlpiri berburu semut madu di semak-semak. (sumber: www.preventionweb.net)


BANJIR, kebakaran, dan kekeringan di Australia menghancurkan kehidupan, memusnahkan satwa liar, dan merusak harta benda. 

Bencana-bencana ini juga menimbulkan kerugian miliaran dolar karena hilangnya produktivitas pertanian dan ekonomi, vitalitas lingkungan, dan kerugian terhadap kesehatan mental. 

Masyarakat mencari solusi jangka panjang dari politisi dan peneliti.

Saatnya mendengarkan orang-orang Aborigin yang memiliki pengetahuan luas tentang tanah air mereka.

Selama puluhan ribu tahun, orang-orang Aborigintelah mengatasi perubahan cuaca di benua Australia dan berhasil menerapkan pengetahuan mereka pada pengelolaan lahan. Pengetahuan dan kontribusi mereka patut mendapat pengakuan penuh.

Untuk mencapai tujuan ini, para peneliti pendapat bahwa para peneliti Australia harus menyadari pentingnya masyarakat Aborigin untuk menemukan cara baru dan lebih efektif dalam mengatasi masalah iklim dan lingkungan.

Perubahan iklim perlu diatasi

Tinjauan independen Graeme Samuel terhadap undang-undang lingkungan hidup federal pada tahun 2020 menemukan bahwa habitat alami Australia jelas-jelas mengalami penurunan yang serius. Tinjauan tersebut menyerukan strategi jangka panjang, termasuk strategi yang “menghormati dan memanfaatkan pengetahuan Penduduk Asli Australia untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang cara pengelolaan lingkungan”.

“Kita mengajarkan perspektif Pribumi di berbagai disiplin ilmu. Pendekatan-pendekatan ini mendorong pengakuan terhadap hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara manusia dan lingkungannya,” ujar Graeme Samuel.

Cara berpikir seperti ini dapat memunculkan rasa tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap lingkungan. Hal ini dapat mengarah pada pendekatan baru terhadap permasalahan seperti perubahan iklim dan bencana alam.

Di Australia tenggara, perubahan iklim selama satu abad terakhir telah mengakibatkan pola cuaca yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.

Pada saat yang sama, praktik pengelolaan lahan non-Pribumi, termasuk praktik yang mencegah praktik pembakaran budaya, telah meningkatkan jumlah bahan tanaman yang mudah terbakar, yang terkadang mengakibatkan kebakaran hutan yang lebih hebat.

Namun bukti menunjukkan bahwa rezim kebakaran hutan adat membantu mengelola hutan, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencegah bencana kebakaran hutan.

Para ilmuwan juga telah menunjukkan bagaimana penerapan pengetahuan kebakaran Pribumi dapat mengurangi kerusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca. 

Salah satu contohnya adalah Proyek Pengurangan Kebakaran Lahan Arnhem Barat di Northern Territory. Praktik-praktik semacam itu membantu masyarakat adat mempertahankan dan melindungi praktik budaya mereka sekaligus memberikan manfaat finansial.

Dalam contoh lain, para ilmuwan mengakui keakuratan pengetahuan masyarakat adat tentang perilaku burung yang menyebarkan api dan berkolaborasi dengan Pemilik Tradisional untuk mengumpulkan bukti mengenai hal ini. 

Para ilmuwan mendokumentasikan spesies burung tertentu yang sengaja menyebarkan api dengan memungut batang kayu yang terbakar dan menjatuhkannya di area yang tidak terbakar untuk mengusir mangsanya. 

Memahami fenomena ini memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami penyebaran kebakaran terkendali, dan memberikan masukan bagi kebijakan pengelolaan kebakaran regional.

Contoh kolaborasi akademis dan Masyarakat Adat tidak hanya terbatas pada pengelolaan kebakaran saja.

Di bagian timur Tasmania, para penggembala dan ilmuwan bekerja sama dengan masyarakat adat sebagai bagian dari hibah dari Dana Kekeringan Masa Depan Pemerintah Federal senilai $5 miliar.

Pemegang pengetahuan masyarakat adat memberikan keahlian dalam pengelolaan padang rumput dan ketahanan terhadap kekeringan kepada petani untuk meningkatkan keberlanjutan melalui pengelolaan lahan regeneratif.

Kerugian budaya akan terus berlanjut jika kita tidak berbuat apa-apa

Kerugian budaya akibat tidak menghargai relevansi global pengetahuan masyarakat adat terlihat dari hancurnya gua-gua di Ngarai Juukan pada bulan Mei 2020. 

Hilangnya warisan global ini tidak hanya membawa bencana besar bagi Pemilik Tradisional Masyarakat Adat. Para antropolog dan arkeolog memandang insiden tersebut sebagai penodaan dan merugikan penelitian masa depan mengenai sejarah mendalam situs tersebut.

Tinjauan Samuel merekomendasikan agar warisan budaya masyarakat adat dilindungi dengan lebih baik melalui peraturan perundang-undangan.

 Namun, pemerintah Australia Barat baru-baru ini mengeluarkan undang-undang yang masih memperbolehkan penghancuran situs warisan budaya.

Dalam menciptakan cara-cara kolaboratif dalam penelitian, para peneliti dapat menjadi teladan dalam mengapresiasi dan terlibat dengan perspektif dan pengetahuan masyarakat adat.

Pendekatan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas, termasuk pengambilan keputusan politik mengenai pengelolaan lahan.

Belajar menghormati budaya Pribumi memperkuat ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan kita. 

Dengan bekerja sama dengan masyarakat adat, kita kemungkinan besar akan memperpanjang masa hidup kita di planet kita, dan mendukung praktik budaya manusia tertua yang masih ada di Bumi. (Sumber:/www.preventionweb.net).

RELATED NEWS